Dengan berhentinya salah satu sumber uang (baca APBD), tim dituntut mencari uang sendiri. Mampukah? dalam hal ini Anda mungkin tidak setuju, tetapi saya akan berteriak lantang dan keras TIDAK. kenapa? bukankah kendati jarang berprestasi, sepak bola merupakan primadona olahraga di Indonesia? memang, tapi buying power penggemar sepak bola Indonesia tidaklah sehebat penggila sepak bola di luar negeri. Hal ini membuat jalannya mimpi industri sepak bola di Indonesia (baca komersialisasi) tersendat.
Jika hal itu benar adanya, tim akan kesulitan mendapatkan dana dari sisi komersial, sebagai contoh saja, jika ada salah satu merk terkenal mau mensponsori tim dengan harapan brand image merk tersebut akan meningkat untuk memperkuat penjualan, rasanya kurang rasional, mengingat merk tersebut untuk harga sepotong pakaiannya saja bisa berharga Rp. 500.000,- per potong. Apakah masyarakat kita mampu membeli kaos tim seharga itu? saya rasa belum (setidaknya saya yang belum sanggup hahaha).
Lalu bagaimana kompetisi berjalan? Hm... saya rasa ide pembagian wilayah akan sangat rasional, bila perlu kompetisi antar pulau terlebih dahulu, lalu sang jawara setiap pulau akan bertanding di tingkat nasional. Ini paling rasional, karena dengan dana tipis, tidak mungkin sebuah tim terus-terusan menyebrang pulau nun jauh disana demi sebuah pertandingan.
Itu baru dari sisi sistem kompetisi, lalu bagaimana dengan kontrak pemain? saya pikir akan sulit bagi pemain menerima kontrak sebesar yang mereka terima saat ini. Bayangkan saja, saat ini ukuran kontrak murah bagi pemain berada di kisaran Rp. 350jt, itu yang murah, untuk pemain level atas, kontraknya bisa mencapai dua kali lipat atau bahkan lebih. Itu untuk satu pemain coba di kalikan 24 pemain dalam satu tim, belum gaji pelatih, manajer, dan staff operasional lainnya. Jika masih seperti itu, dijamin klub bakalan bangkrut dalam dua bulan pertama operasional.
Jadi gimana dong? menurut saya kemungkinan besar pemain akan disodori kontrak dengan nilai yang jauh di bawah itu, jika tidak mau? ya sudah klub akan mencari pemain lain yang murah harganya dan tentu saja dengan kualitas yang seadanya. Lalu bagaimana nasibnya dengan pemain papan atas? ya take it or leave it, Anda bisa mencoba peruntungan Anda di tim kaya (kalau ada) atau pergi keluar negri. Keren juga kan Indonesia bisa disebut negara pengekspor pemain bola seperti Brasil dan Argentina. hehe...
Bagaimana dengan kualitas liga nantinya? ya kita penggemar sepak bola sepertinya harus puas dengan kualitas seadanya, karena banyaknya pemain murah dengan kualitas seadanya yang berlaga, jangan berharap yang muluk-muluk, seadanya saja.
Tapi ingat jika kondisi di atas benar-benar terjadi, maka yang muncul adalah sepak bola Indonesia akan kembali berada di dasar terbawah dan industri sepak bola benar-benar dimulai dari angka nol dan bisa membangun keatas dengan pondasi yang lebih hebat. Karena klub akan dipaksa memiliki manajemen yang hebat dan pengelolaannya pun tidak akan asal-asalan karena sedikit saja salah, maka mereka akan dengan mudah tergelincir dan tertinggal oleh tim lain yang memiliki manajemen mantap.
Bener ga ya begitu? au ah gelap , mungkin hanya kebodohan yang ditulis disini tetapi siapa tau benar karena terkadang ide yang paling sederhana adalah jawaban tepat.
BACA JUGA ARTIKEL TENTANG VIKING: